Baru 12 Orang Jadi Tersangka di Kasus Korupsi Blok Mandiodo Antam, Kejati Sultra Dinilai Lamban

Kendari, Sorotsultra.com-Imbas kejahatan pertambangan ilegal secara berjemaah yang dilakukan puluhan korporasi di wilayah IUP PT Antam Konawe Utara pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah menetapkan 12 orang tersangka, Ahad (26/8).

Sejak bergulirnya kasus korupsi yang  merugikan negara sebesar 5,7 triliun rupiah ini publik masih beranggapan kinerja penyidik belum maksimal. Nilai kerugian negara yang pantastis ini harusnya menjadi fokus penyidik Kejati Sultra untuk mengungkap semua pihak yang terlibat tanpa pandang bulu.

Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan sejumlah pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai tersangka. Mereka yaitu SM selaku Kepala Geologi Kementerian ESDM dan EVT selaku Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM.

Lalu, Ridwan Djamaluddin (RJ) selaku eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM serta HJ selaku Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.

Tersangka lain dalam kasus ini adalah pengusaha asal Brebes, Windu Aji Sutanto (WAS), HW selaku General Manager PT Antam UPBN Konawe Utara, GAS selaku pelaksana lapangan PT LAM, AA selaku Direktur PT Kabaena Kromit Pratama, dan OS selaku Direktur PT LAM.

Baca Juga :  Ditreskrimsus Polda Sultra Membongkar Kasus Upal Perdana di Tahun Pilkada 2018

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra membenarkan baru ada 12 orang tersangka dari kasus korupsi pertambangan di PT Antam Konawe Utara.

“Ada 12 tersangka,” ujar dia dalam pesan singkat kepada Sorotsultra, Kamis (24/8/2023).

Sebelumnya pada Rabu, 16/8/2023, penyidik Kejati Sultra kembali menetapkan dua tersangka yaitu, AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Tristaco Mineral Makmur.

Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Ade Hermawan mengatakan, AS dan RC berperan menerbitkan dokumen ore nikel yang berasal dari penambangan di wilayah IUP PT Antam.

“Seolah-olah berasal dari perusahaannya, yaitu PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Triscato Mineral Makmur,” kata Ade dalam keterangan tertulis, Rabu (16/8).

Ade menjelaskan akibat perbuatan tersangka, hasil penambangan di wilayah IUP Antam yang dilakukan PT Lawu Agung Mining tidak diserahkan ke Antam selaku pemilik IUP. Namun, dijual ke beberapa smelter dan hasilnya dinikmati oleh PT Lawu Agung sehingga menimbulkan kerugian negara.

Baca Juga :  Polres Wakatobi Sosialisasi Bermedia Sosial Bagi Kaum Milineal

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyebut, kasus ini berawal dari kerja sama operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining (LAM) serta perusahaan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Pemilik PT Lawu Agung Mining, Windu Aji Sutanto mempunyai modus dalam kasus itu. Ia menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam dengan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan perusahaan lain di Mandiodo.

Penjualan dilakukan dengan cara seolah-olah nikel itu bukan berasal dari PT Antam. Kemudian, hasil tambang ini dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali. Tindakan tersebut terus berlanjut karena PT Antam membiarkannya.

Menurut perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan ke PT Antam. Sementara itu, PT Lawu Agung Mining hanya menerima upah selayaknya kontraktor pertambangan. Namun, ada fakta lain yang terungkap.

PT Lawu Agung Mining diketahui mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk penambangan ore nikel. Lalu, perusahaan milik Windu itu menjual hasil tambang menggunakan rencana kerja anggaran biaya asli, tetapi palsu. (RED)