Sorotsultra.com, Kendari-Lagi dan lagi wajah pendidikan di bumi Anoa kembali tercoreng. Selain maraknya dugaan pungli dengan modus dana komite juga di perparah dengan aksi tak terpuji sejumlah pelajar dengan melakukan aksi kekerasan (tawuran) pada Rabu, 25/9/24).
Masih belum hilang dalam ingatan publik, ulah pihak sekolah di SMAN 5 Kendari yang mewajibkan setiap peserta didik membayar sejumlah uang dengan dalih untuk biaya pembangunan masjid di sekolah itu. Imbasnya, memicu protes keras dari para orang tua murid.
Seolah tak ada habisnya, persoalan baru kembali terjadi di SMAN 4 Kendari yang menyandang label sekolah negeri favorit di kota Kendari kota bertaqwa. Yang lebih mengkhawatirkan, pemicu dari aksi kekerasan antara kelas XII dan kelas XI itu diduga kuat dipicu karena adanya permintaan dana untuk kegiatan sekolah.
Dan yang paling mencengangkan, permintaan sejumlah uang tersebut diketahui dan disetujui oleh pihak sekolah.
Jika demikian adanya maka lingkungan sekolah tidak lagi menjadi sarana mencetak generasi bangsa yang berkualitas dan bermartabat, melainkan menjadi wadah untuk melahirkan generasi tukang palak. Sungguh menyayat hati.
Apa yang terjadi di SMAN 4 Kendari sangat jauh dari harapan Bapak Pendidikan Nasional, Ki. Hajar Dewantara yang berpandangan bahwa mendidik adalah proses memanusiakan manusia, dalam arti mengangkat manusia ke taraf insani.
Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara seorang pendidik harus mampu memerdekakan manusia (siswa) dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik) secara mandiri. Jangan sampai pendidik menganggap siswa sebagai objek yang bisa diatur sesukanya.
Kejadian demi kejadian yang terus berulang-ulang, sudah seharusnya Kadis Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sulawesi Tenggara, Yusmin, S.Pd dan Kepsek SMAN 4 Kendari, Liyu, S.Pd., M.Pd., Kepsek SMAN 5 Kendari, Sofyan Masulili, S.Pd dilakukan evaluasi menyeluruh agar wajah pendidikan di Sultra tidak rusak hanya karena ulah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Apa yang terjadi di SMAN 4 Kendari mendapat kecaman keras dari Pelaksana Ketua Ikatan Alumni (IKA) SMAN 4 Kendari, Nasruddin, S.H., M.H., ia tak habis pikir dengan kejadian itu. Ia pun secara tegas mengkritik manajemen sekolah yang tak becus.
Bahkan dirinya mencurigai adanya keterlibatan kepala sekolah dalam praktik pemerasan yang diduga menjadi pemicu aksi kekerasan tersebut.
“Kuat dugaan siswa kelas XII meminta uang harian kepada siswa kelas XI untuk keperluan kegiatan sekolah bertajuk konser IFOS. Permintaan ini melibatkan persetujuan dari pihak kepala sekolah dan guru BK,” beber Nasruddin heran.
Nasruddin mengungkapkan bahwa masalah ini ditengarai sudah berlangsung lama dan baru meledak dalam bentuk tawuran. Para siswa, yang semestinya fokus belajar, justru terjebak dalam siklus ketakutan dan penindasan yang semakin memperparah suasana sekolah.
“Ini bukan hanya persoalan kekerasan fisik, tapi juga persoalan moral. Bagaimana mungkin di sekolah ada praktik pemerasan yang dilegalkan?,” tanyanya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Sekolah SMAN 4 Kendari, Liyu, S.Pd., M.Pd., hanya menjawab singkat saat ditanya apa penyebab siswa Kelas XII dan XI melakukan tawuran.
“Senioritas,” singkatnya melalui pesan WhatsApp, Kamis sore, 26/9.
Apapun alasannya pungut uang dari siswa, maupun dari orang tua siswa dilarang. Negara sudah biayai wajib belajar 9 tahun. Demikian juga tidak ada kekerasan dalam dunia pendidikan.
lni bentuk modus pemerasan, pungli oleh komite dan sekolah terhadap siswa dan orang tua siswa.
Menggunakan kop dinas pendidikan dan Pemda Sulawesi Tenggara, sehingga perbuatannya seakan-akan sah. (RED)
Komentar