SOROTSULTRA.com, Sultra-Berdasarkan hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2024. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami defisit anggaran. Kamis (3/7).
Defisit APBD Pemprov Sultra sebesar Rp777 miliar, sementara total kewajiban jangka pendek yang harus dibayar pada tahun 2025 mencapai 757 miliar rupiah.
Kondisi ini, mendapat perhatian dari salah satu tokoh masyarakat, Ir. Muhammad Basri Matta, dia berharap Gubernur, Andi Sumangerukka perlu mengambil kebijakan dengan beberapa langkah untuk mengatasi defisit anggaran. Dengan cara melakukan audit di semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/Dinas untuk dapat mengetahui penyebab defisit, mengurangi, merekonstruksi ulang, efisiensi anggaran terhadap belanja pembangunan yang tidak efektif.
Dengan skala prioritas pada dinas yang dapat recovery/menghasilkan pendapatan. Peninjauan untuk penggabungan beberapa Dinas/OPD yang tidak efektif, dan bukan menambah atau membuat OPD baru yang menimbulkan pemborosan anggaran belanja.
Termasuk puluhan perusahaan tambang pemilik RKAB tahun 2025 untuk sumber pendapatan daerah yang perlu digenjot.
Defisit APBD Pemprov Sultra disampaikan oleh Ketua Tim Pemeriksa LKPD Pemprov Sultra dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Indra Putra, yang didampingi oleh Pengendali Teknis, Baroqah.
Dalam penjelasannya, Indra Putra menyebutkan, meskipun Pemprov Sultra mencatatkan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) sebesar Rp72,9 miliar. Namun, jumlah tersebut tidak mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya.
“Dari hasil perbandingan antara SiLPA dengan kewajiban jangka pendek dan sisa Dana Alokasi Khusus (DAK), kami menyimpulkan bahwa Pemprov Sultra mengalami defisit riil sebesar Rp777 miliar. Artinya, meskipun ada saldo di kas daerah, uang tersebut tidak cukup untuk menutupi kewajiban yang jatuh tempo,” jelas Indra.
Kewajiban jangka pendek yang dimaksud mencakup utang belanja kepada kontraktor, utang retensi, serta utang dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang jatuh tempo pada 2025.
Dari total utang sebesar Rp757 miliar, sekitar Rp383 miliar merupakan cicilan pokok utang PEN, yang sebagian besar digunakan untuk pembangunan Jalan Toronipa, Rumah Sakit Jantung, dan infrastruktur lainnya di era pemerintahan sebelumnya.
“Yang harus menjadi perhatian adalah bahwa utang PEN ini tidak bisa ditunda pembayarannya. Jika terlambat, konsekuensinya adalah pemblokiran dana oleh Kementerian Keuangan,” tambah Indra.
Bapak Gubernur, ASR kiranya perlu membicarakan, negosiasi dengan pihak pengutang PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero. Untuk meminta penjadwalan kembali pembayaran utang Pemda Sulawesi Tenggara untuk beberapa tahun, dan hal lain yang bisa meringankan beban Pemprov Sultra. (RED)
Komentar