SOROTSULTRA.com, Sultra-Asumsi pencemaran lingkungan PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS) di Blok Watalara, Desa Pu’ununu, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, disoal oleh tiga lembaga yakni Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan (AMPLK) Sultra, Jaringan Demokrasi Rakyat (Jangkar) dan Amara Sultra. Sabtu (18/1).
Ketiga lembaga tersebut tergabung dalam Konsorsium Mahasiswa (Korum) Sulawesi Tenggara menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis, 16/1/2025 di Mapolda Sulawesi Tenggara. Aksi unjuk rasa tersebut juga dirangkaikan dengan pelaporan ke pihak berwenang diantaranya Polda Sultra, Inspektur Tambang perwakilan Sultra, DLH Sultra, Pos Gakkum KLHK Kendari dan DPRD Sultra.
Jenderal Lapangan, Malik Bottom dalam orasinya mengatakan, bukan hanya kali ini saja dugaan pencemaran lingkungan terjadi akibat dari aktivitas penambangan PT TBS.
“Yang baru-baru ini kejadiannya pada Rabu 8 Januari 2025, lalu yang dipakai klarifikasi foto situasi pada Ahad 12 Januari 2025. Berdasarkan informasi yang kami dapat dan kumpulkan, pasca terjadi luapan lumpur yang membuat kali dan pesisir pantai berwarna kecoklatan, dimana, pihak perusahaan melakukan pengerukan,” jelasnya.
“Kalau hanya untuk kepentingan klarifikasi ini sama saja akal-akalan perusahaan. Kita bisa lihat bersama jejak digital PT TBS melalui pemberitaan yang lalu-lalu, banyak keluhan masyarakat terkait aktivitas PT TBS, mulai dari persoalan perkebunan warga yang terganggu dan masih banyak lagi,” jelas Malik menegaskan, Rabu, 16/1/25.
Lebih lanjut ia mengatakan, ketika masyarakat mengeluhkan aktivitas PT TBS, berarti patut diduga pihak perusahaan tidak melakukan kegiatan pra penambangan dalam hal ini rekayasa sosial.
“Yang mengeluh ini masyarakat, yang sehari-harinya sebagai petani dan nelayan yang tidak memiliki gaji, yang hanya mengurus kebun dan melaut, lalu kemudian apa kontribusi perusahaan, apa pernah menyalurkan CSR dan Dana PPM-nya terhadap masyarakat setempat,” ujarnya bertanya.
“Kalau rekayasa sosial dilaksakan dengan baik, petani dan nelayan pasti dicarikan jalan keluar oleh perusahaan, tapi nyatanya tidak dilakukan, kita bisa periksa jejak digitalnya keluhan masyarakat sering kita dapatkan terhadap dampak dari aktivitas penambangan PT TBS,” ujar Ketua Amara Sultra.
Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim berharap pihak berwenang untuk segera bertindak atas keluhan masyarakat yang selama ini tidak diindahkan.
“Sudah banyak keluhan masyarakat, tanpa kita kesanapun, pihak berwenang bisa memeriksa jejak digital perusahaan tersebut, terkhusus peristiwa yang terjadi pada Rabu, 8 Januari 2025, kita bisa lihat dampak yang terjadi pada kali dan pesisir, nah ini yang terjadi ketika musim penghujan datang,” harap Ibrahim.
Ibrahim menambahkan, aktivitas PT TBS diduga bertentangan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 5 tahun 2022 tentang pengelolaan air limbah usaha pertambangan.
“Kami menduga PT TBS yang beroperasi di Blok Watalara tidak membuat kolam endapan atau sedimen pont, sehingga ketika hujan datang lumpur akibat aktivitas tambang akan langsung mengalir ke kali dan pesisir pantai Desa Pu’ununu,” ungkap Alumni Fakultas Hukum UHO ini.
Sementara itu, Ketua Jangkar Sultra, Rasyidin meminta pihak berwenang untuk secara serius menindaklanjuti aduan Korum Sulawesi Tenggara.
“Kami minta pihak berwenang untuk menindaklanjuti persoalan ini dengan sungguh-sungguh. Bukti-bukti sudah ada, jejak digital juga ada, lalu tunggu apalagi,” tegas salah satu pengurus HMI Cabang Kendari ini.
Sementara itu, Panit 2 Tipidter Ditreskrimsus Polda Sultra, IPDA Haris yang menemui massa aksi menyampaikan bakal melakukan tindak lanjut perihal aspirasi yang menyoal aktivitas pertambangan PT TBS.
“Nanti kami tindak lanjuti atas aduannya adik-adik ini. Kalau bisa bikin aduan resmi, nanti kita tindak lanjuti,” ucapnya dihadapan para peserta unjuk rasa.
Hal yang sama juga dikatakan Inspektur tambang Perwakilan Sultra, Syahril, dalam menindaklanjuti persoalan ini pihaknya akan meminta klarifikasi dari pihak-pihak lain yang memiliki informasi seputar aktivitas pertambangan PT TBS.
“Laporan dari adik-adik ini kami sudah terima, tentunya kami tidak boleh hanya berdasarkan laporan dari satu pihak. Kami akan lakukan klarifikasi terhadap pihak-pihak lain yang mengetahui duduk persoalan di lapangan,” terangnya.
Syahril juga menuturkan, pihaknya akan menurunkan personil untuk diberangkatkan ke lokasi pertambangan tersebut dengan berbekal surat tugas.
“Dan kalau memang diperlukan, tim akan segera diberangkatkan ke lokasi. Tapi mengenai itu, kembali lagi bukan kami yang menentukan. Kami menunggu surat tugas,” tuturnya.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sultra melalui Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Mirna Lesmana Serah membeberkan, persetujuan izin lingkungan pertambangan PT TBS dikeluarkan oleh DLH Kabupaten Bombana.
Pihaknya akan berkoordinasi dengan DLH Kabupaten Bombana untuk dilakukan langkah selanjutnya.
“Untuk masalah kewenangan, kami akan koordinasikan ke DLH Kabupaten Bombana. Kami tetap terima aduannya, nanti kami tindak lanjuti,” bebernya.
Pos Gakkum KLHK Kendari Sultra melalui PPLH Ahli Pertama, Hasbi menjelaskan, akan menindak lanjuti aduan terkait aktivitas PT TBS tersebut.
“Kami akan segera scan, kami kirim ke Makassar. Nanti disana dari pimpinan menunggu saja perintah,” katanya.
Buntut dari persoalan dugaan pencemaran lingkungan, Humas PT TBS, Nindra menegaskan bahwa sampai hari ini sungai Watalara belum pernah meluap hingga mengakibatkan banjir dan mencemari lingkungan yang dapat merusak biota laut sebagaimana foto yang ramai beredar.
“Itu bukan banjir, tapi keruh akibat tingginya curah hujan. Foto banjir di rumah warga itu diambil dua tahun lalu, dan saat kegiatan penambangan kami sedang berhenti,” jelasnya. (RED)
Komentar