Hilirisasi Industri Nikel Diharapkan Untungkan Indonesia

Jakarta, Sorotsultra.com-Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan optimis hilirisasi industri nikel yang tengah dilakukan pemerintah saat ini bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain baterai litium terbesar di dunia.

Menurutnya, hilirisasi industri nikel menjadi penting sehingga tidak hanya ekspor material mentah dalam hal ini memproses dari bijih nikel sampai menjadi baterai dan stainless steel saja. Namun, Indonesia masih butuh kolaborasi transfer teknologi dari negara pelaku di industri ini.

“Hilirisasi industri nikel bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bijih nikel secara signifikan. Jika diolah menjadi sel baterai nilainya bisa meningkat 6-7 kali lipat. sementara itu, jika diolah sampai ke mobil listrik akan memberikan nilai tambah hingga 11 kali lipat, dan peningkatan nilai tambah untuk produksi stainless steel berkisar 14-19 kali lipat,” ujar Luhut dalam keterangan resminya dikutip Kamis (14/7/2022).

Saat ini, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya mineral. Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), untuk produksi tambang sedunia, Indonesia menduduki peringkat pertama untuk komoditas nikel, peringkat kedua untuk komoditas timah, peringkat ketiga untuk komoditas batubara, peringkat kedelapan untuk komoditas tembaga, dan menempati posisi kesepuluh untuk komoditas emas. 

Baca Juga :  Hotel Plaza Inn Kendari Tawarkan Promo Menarik Akhir Tahun

Lebih lanjut kata Luhut, kondisi excellent tectonic dan geologi itulah yang membawa Indonesia menjadi salah satu produsen terbesar hasil bumi seperti emas, tembaga, nikel, dan timah. Dengan profil yang demikian, Indonesia menjadi negara yang sangat menjanjikan bagi kalangan pelaku industri pertambangan untuk bisa berinvestasi di Indonesia.

Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri. Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Battery Electric Vehicle (BEV) untuk transportasi.

Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik. Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan, dimana antara negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mengingat nikel menjadi salah satu material pembuat baterai mobil listrik.

Baca Juga :  PWI Peduli Lingkungan, 20 Ribu Bibit Mangrove Siap Hijaukan Teluk Kendari di Momen HPN 2022

Menyadari potensi ini, salah satu perusahaan swasta nasional Grup Harita Nickel saat ini telah memiliki pabrik pengolahan nikel dengan kapasitas produksi sebesar 8 juta ton bijih nikel pertahun yang menghasilkan produk akhir nikel dan kobal sulfat.

Perusahaan ini memiliki lokasi pertambangan di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara dan Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara yang memiliki cadangan nikel yang melimpah. Kedua WIUP ini dijalankan oleh tiga anak perusahaan Grup Harita Nickel yakni, PT. Gema Kreasi Perdana di Pulau Wawonii, PT. Halmahera Persada Lygend dan PT. Megah Surya Pertiwi yang mengolah nikel di Pulau Obi.

Dalam menjalankan aktivitas pertambangan, pihak perusahaan tidak hanya fokus pada bisnis semata, namun, turut serta mengembangkan daerah dan masyarakat di sekitar lingkar tambang.

Potensi cadangan nikel Indonesia yang tergolong besar diharapkan melalui hilirisasi bisa memberikan dampak perekonomian bagi bangsa Indonesia dengan menjadi negara pengekspor produk hasil karya dalam negeri hasil olahan nikel berupa baja tahan karat (stainless steel), baterai litium, logam nikel, senyawa kimia nikel, dan produk-produk nikel lainnya.(RED/Rofingatun Sarjana Teknik Metalurgi ITB)

Berita Terkait