Kendari, Sorotsultra.com-Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengamandemen UU Nomor 10 Tahun 2016, yang memuat tentang ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah. Namun demikian, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, di mana partai politik atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon kepala daerah, Kamis (22/8).
Putusan MK ini kemudian membuka jalan bagi setiap warga negara berhak untuk di calonkan tanpa mendapatkan rekomendasi dari partai yang memenuhi ambang batas, demi menjaga keberlangsungan demokrasi.
Dengan demikian, maka putusan Mahkamah Konstitusi tersebut membuat DPR RI melakukan RUU Pilkada yang memberikan perhatian negatif terhadap masyarakat atas keutuhan demokrasi dan langkah-langkah DPR yang ingin menyimpangi atau mengubah apa yang menjadi isi putusan MK merupakan Inkonstitusional atau pembangkangan terhadap konstitusi.
Menanggapi hal tersebut, Ketua BEM Universitas Sulawesi Tenggara, Muh. Abri Ardan mengatakan, putusan MK sifatnya final dan mengikat, tidak bisa diganggu gugat, dan putusan MK bisa dijalankan dalam Pilkada serentak 2024 dengan mengubah Peraturan KPU (PKPU) sebagai pedoman aturan main dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
“Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra) menolak dengan tegas atas pengesahan RUU Pilkada dan mendukung putusan MK No 60/PUU-XXII/2024, demi menjaga keberlangsungan demokrasi dalam pemilihan kepala daerah tahun ini,” ujarnya tegas.
Lebih lanjut Abri Ardan mempertanyakan apakah langkah yang diambil DPR untuk kepentingan rakyat, titipan parpol ataukah penguasa?
“Tentu ini menjadi perhatian kita mengapa harus semua elemen-elemen bangsa mengawal putusan MK, agar tidak dianulir oleh DPR,” pungkasnya. (RED)
Komentar