Kendari, Sorotsultra.com-Pemilu Serentak 2019 menghadirkan lima pemilihan sekaligus mulai dari Presiden-Wakil Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan DPD RI. Tapi pelaksanannya diwarnai sejumlah persoalan akut yang berdampak pada kritisnya nilai demokrasi di Indonesia. Realitas menunjukan terdapat banyak pelanggaran yang menyumbang penurunan kualitas Pemilu, salah satunya disebabkan oleh politik uang.
Dilansir dari Wikipedia, politik uang atau politik perut (bahasa Inggris: Money politic) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.
Permasalahan politik uang ini telah banyak dikaji oleh peneliti sebelumnya, namun terdapat ruang kosong dalam penanganan politik uang yaitu penanganan tidak cukup melalui penguatan kelembagaan tapi juga melalui dengan membandingkan penanganan politik uang yang telah dilakukan oleh negara-negara luar dan disesuaikan dengan keadaan Pemilu indonesia terutama kondisi lokal.
Menurut Agustino (2009) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya politik uang seperti, tradisi masyarakat. Politik uang bukan merupakan nilai-nilai atau norma adat yang diajarkan oleh leluhur kita. Namun politik uang seperti sudah menjadi tradisi terutama bagi kelompok elit. Jika dilihat dari sejarah, sebenarnya politik uang sudah ada dari zaman kolonialisme. Para penjajah menyuap pejabat pribumi guna memperoleh apa yang dikehendakinya.
Kebiasaan buruk tersebut ternyata berlangsung hingga saat ini dan diaplikasikan dalam konteks pemilihan umum. Kedua, Haus kekuasaan Semua orang memiliki sifat ingin menjadi yang tertinggi, dan ingin menjadi pemimpin. Bisa dikatakan manusia haus akan jabatan. Demi mendapatkan jabatan yang diinginkan setiap orang rela menempuh jalan dengan melakukan politik uang.
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka yang didukung oleh penelitian yang relevan. Hasil penelitian menunjukan akar permasalahan munculnya politik uang adalah kandidat dan masyarakat yang memiliki perilaku kapitalis didasarkan pada untung dan rugi secara ekonomi. Sementara celah hukum, pengawasan yang lemah dan sistem Pemilu proporsional membuka peluang berkembangnya politik uang.
Pencegahan politik uang dapat dilakukan secara sistemik dan simultan melalui efektifitas fungsi suprastruktur dan infrastruktur politik, pembenahan sistem politik, budaya politik, pendidikan moral dan politik masyarakat dengan strategi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
Pencegahan dapat juga dilakukan melalui modifikasi sistem Pemilu campuran sehingga meningkatkan hubungan antar pemilih dan wakilnya yang tidak terputus pasca Pemilu. Yang pada akhirnya akan meminimalisir politik uang dan menekan jumlah caleg instan menjelang Pemilu.
Selain itu, untuk mencegah terjadinya politik uang perlu partisipasi masyarakat. Dalam hal ini masyarakat diharapkan aktif melaporkan jika menemukan terjadinya politik uang. Artinya, untuk mencegah dan menangani terjadinya politik uang perlu peran masyarakat. Dalam melaporkan, memberikan kesaksian dan lebih dari itu masyarakat ikut mencegah terjadinya money politics. Masyarakat hendaknya menolak jika ada pemberian uang.
Peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk ikut serta membantu mengawasi dan berani melapor setiap ada dugaan tindak pidana baik money politic maupun pelanggaran lainnya supaya menghasilkan Pemilu yang berintegritas. (Asmin Mangidi/RED)