Safiuddin Alibas: Proses Raperda RTRW Sultra Masih Panjang, Masyarakat Diminta Tetap Tenang

Konkep, Sorotsultra.com-Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda)  Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Safiuddin Alibas meminta semua pihak bersabar dan tidak terburu-buru memberikan pernyataan terkait keputusan panitia khusus (Pansus).

Dimana, pansus DPRD Sultra telah memberikan rekomendasi untuk melakukan revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara.

Safiuddin Alibas berpandangan, keputusan final dari hasil pansus tersebut masih panjang. “Masyarakat tidak usah resah. Mari kita menghargai proses revisi RTRW yang sedang berjalan. Hasil pansus kemarin memberikan rekomendasi persetujuan baik secara materil dan teknis terkait tata ruang provinsi. Prosesnya masih panjang dan belum final,” ungkap dia kepada awak media pada medio awal September 2023.

Lebih lanjut dia menjelaskan, terkait tahapan yang harus dilalui pasca keluarnya keputusan pansus tersebut, menjadi salah satu kelengkapan Perda RTRW Provinsi Sultra yang harus dikirim ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), untuk dibahas lintas sektoral.

Pembahasan lintas sektoral itu nantinya melibatkan beberapa kementerian seperti Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Investasi, Bappenas dan Kementerian Pertahanan.

Pelibatan lintas sektoral ini untuk memastikan bahwa rancangan RTRW itu sudah sesuai dengan arahan rencana tata ruang nasional. Selain itu, untuk memastikan beberapa kepentingan kementerian terkait dengan beberapa Kawasan Strategis Nasional (KSN) maupun prioritas nasional sudah terakomodir di dalam rencana tata ruang provinsi termasuk juga rencana tata ruang kabupaten. “Pembahasannya berhari-hari. Setelah dibahas dan disetujui hasilnya dikembalikan ke provinsi untuk diperbaiki. Perbaikan di provinsi pun memakan waktu yang tidak cepat bisa berbulan-bulan. Setelah selesai dan disetujui kemudian keluar persetujuan substansi,” terang dia.

Baca Juga :  Danrem 143/HO Memberikan Jamdan Pada Jajaran Kodim 1412/Kolaka

Persetujuan substansi tersebut, menjadi acuan dan tolak ukur bahwa sudah terjadi harmonisasi antara rencana tata ruang provinsi dan rencana tata ruang nasional. Kemudian dibahas di DPRD Provinsi dan disepakati atau ditetapkan Rancangan Peraturan Daerah. Setelah itu dikirim ke Direktorat Jenderal Daerah Kementerian Dalam Negeri untuk dibahas lagi. Kemudian dilakukan harmonisasi oleh Biro Hukum Kemendagri, untuk mendapatkan nomor registrasi dan ditetapkan menjadi Perda. “Prosesnya masih panjang. Tidak bisa semudah membalikan telapak tangan. Ada proses yang harus dilalui sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan,” ungkap dia.

Karenanya, dia meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak mudah memberikan berbagai macam pernyataan. Kewenangan untuk memberikan pernyataan adalah pihak provinsi. Di kabupaten hanya meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang, tidak terpancing berbagai isu yang berkembang dan tidak mendasar. “Mari kita hargai dan hormati proses-proses yang sedang berjalan. Apapun keputusannya, pemerintah akan mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar,” tegas dia.

Kemudian, lanjutnya, terkait Keputusan Mahkamah Agung (MA) baik tentang kawasan pertambangan maupun terkait IPPKH, menurut dia, dua keputusan Mahkamah Agung tersebut, secara tegas menyebutkan untuk melakukan revisi pada pasal-pasal tertentu, bukan membatalkan RTRW. Dalam melakukan revisi harus merujuk pada ketentuan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Permen ATR Nomor 11 Tahun 2021, dimana, dalam beleid tersebut disebutkan bahwa revisi tata ruang dilakukan setiap 25 tahun sekali. “Terkait keputusan MA untuk melakukan revisi juga diatur dalam ketentuan khusus, maka revisi RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan akan tetap dilakukan. Akan tetapi semuanya berproses. Untuk revisi RTRW, jika mengacu pada PP 21 Tahun 2021, maka membutuhkan waktu yang panjang sekitar 18 bulan,” ujar dia.

Baca Juga :  Pemkot Kendari Gelar Konvoi Guna Mencegah Penularan Covid-19

Olehnya itu, dia meminta kepada masyarakat untuk menghargai proses dalam melakukan revisi yang memang memakan waktu yang tidak singkat, karena harus ada keterkaitan antara RTRW kabupaten, provinsi dan juga nasional, termasuk juga kepentingan dan keterkaitan antar kementerian.

Saifuddin Alibas juga mengomentari soal adanya desakan kepada Pemkab Konkep untuk mencabut IUP PT Gema Kreasi Perdana (GKP), dia mengatakan, Pemda Konkep tidak memiliki kewenangan untuk mencabut IUP.

Terlebih lagi, IUP yang berada di Konkep, merupakan izin pertambangan yang sudah ada sebelum Kabupaten Konawe Kepulauan mekar dan sudah ada sebelum lahirnya RTRW Kabupaten. “Pemda hanya menerima laporan, melakukan pengawasan lingkungan, pengendalian dan pelaporan. Kita tidak punya kewenangan untuk menghentikan,” kata dia.

Kewenangan Pemda terkait IUP yakni jika terjadi pelanggaran lingkungan, maka akan melakukan pelaporan atau rekomendasi untuk penghentian kegiatan. Untuk usulan penghentian IUP tambang pun harus melalui kajian yang mendalam dan komprehensif dengan mempertimbangkan banyak aspek. Misalkan, apakah kerusakan tersebut murni disebabkan oleh aktivitas pertambangan atau ada factor lain. Atau apakah aktivitas pertambangan tersebut, merubah biota atau struktur ekosistem dan sebagainya.

Baca Juga :  Tragedi Kanjuruhan Malang, Polri Fokus 2 Hal

Kajian mendalam serta holistik menjadi sebuah keharusan. Apalagi, dengan kehadiran industri pertambangan terjadi multiplier effect yang cukup besar. Serapan tenaga lokal, perekonomian yang terus bertumbuh di sekitar lokasi tambang dan banyak lagi pertimbangan lainnya. “Semua aspek harus menjadi bagian dari pertimbangan dalam merekomendasikan penghentian aktivitas usaha pertambangan. Tidak serta merta bisa dihentikan begitu saja,” pungkas dia. (RED)