Walhi Sultra Mensinyalir sekitar 70% Kerusakan Pesisir PLTU Nii Tanasa

Kendari. Sorotsultra.com – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) Saharuddin, menanggapi persoalan Limbah Batu Bara dan B3 PLTU Nii Tanasa, di mana hasil monitoring tahun 2018 kondisi pesisir disinyalir sudah rusak parah, dengan persentase di kisaran 40 sampai 70%, pada radius 2 kilometer. Rabu, 19/6/2019.

Ia pun memaparkan hal tersebut saat ditemui diruang kerjanya, kalau persoalan limbah batu bara PLTU Nii Tanasa adalah persoalan serius, karena teknologi ini sudah lama ditinggalkan, bahkan saat ini lagi gencar dikampanyekan di seluruh dunia.

“Secara detail dampak lingkungan yang di timbulkan dari keberadaan PLTU Nii Tanasa ada dua, yang pertama limbah cair B3 yang di hasilkan dari proses pemasakan air laut lalu menjadi air jenuh kemudian di buang lagi kelaut, sebagai contoh PLTU di muara karang dalam radius 2 kilometer masih terasa panasnya dari proses pemasakan air laut,” jelasnya.

Menurutnya lagi, secara otomatis wilayah pesisir  PLTU Nii Tanasa sudah dipastikan rusak biota lautnya. Penyebabnya dari pembuangan limbah B3 tersebut, karena langsung di buang ke laut, dan menjadi air jenuh.

Baca Juga :  Kasus Malapraktik Oknum Dokter di Puskesmas Poasia Berakhir Damai

“Kedua, partikel debu yang terlepas dari pembakaran batu bara, artinya masyarakat sekitar pasti terdampak secara langsung dan jangka panjang,” terangnya.

Ditambahknnya, “penggunaan batu bara sebenarnya sudah di gunakan sejak jaman industri. Pada saat itu, kereta, kapal, menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, lalu kemudian ditinggalkan karena dampak yang timbul terhadap lingkungan sangat besar.”

“Kami dari Walhi sebenarnya tidak setuju PLTU menggunakan bahan baku Batu bara, harusnya beralih ke teknologi ramah lingkungan yang masih sangat melimpah di negeri ini, namun belum di kelola secara maksimal, seperti gas bumi”, mengakhiri penuturannya. (RED)