Misteri Uang Suap Izin Pendirian Gerai Anoa Mart Rp 700 Juta Hingga JPU Angkat Kaki dari Ruang Sidang di PN Tipikor Kendari

Kendari, Sorotsultra.com-Aksi walk out (WO) yang dilakukan JPU Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara saat sidang pemeriksaan saksi dan saksi ahli dari terdakwa mantan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir dalam kasus dugaan suap penerbitan izin gerai Alfamidi atau Anoa Mart mengundang tanda tanya publik, Kamis, 16/11/23.

Bagaimana tidak, masyarakat dibuat terheran-heran ulah JPU meninggalkan ruang sidang di PN Tipikor Kendari.

Ada yang kemudian menghubungkan aksi hengkang ke 5 JPU dengan vonis bebas dua terdakwa lainnya yakni RT dan SM yang telah dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Kendari dalam perkara dugaan gratifikasi atau suap perizinan gerai Alfamidi PT Midi Utama Indonesia (MUI) pada Jumat (10/11/23) pekan lalu.

Dalam sidang yang digelar Rabu, 15 November 2023 itu dengan agenda pemeriksaan saksi dan saksi ahli dari terdakwa mantan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir. Jaksa memilih untuk walk out dari ruang sidang dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Kendari diduga berpihak ke tersangka.

Baca Juga :  Kota Kendari Raih Juara Umum Porprov 2 Tahun Berturut-turut, Asmawa: Saya Bangga

Salah satu JPU dari 5 orang jaksa yang walk out Edwin Beslar kepada awak media mengatakan, aksi hengkang (walk out) ini imbas dari adanya dugaan ketidaknetralan serta keberpihakan majelis hakim kepada para terdakwa.

Edwin menjelaskan, dalam persidangan tindak pidana korupsi, Jaksa melihat Ketua Majelis Hakim Nursina, S.H., M.H sangat berpihak dan punya kepentingan.

Bahwa, jaksa penuntut umum (JPU) mempertanyakan soal uang yang mengalir ke salah satu terdakwa namun, majelis hakim membatasi dan tidak memberikan kesempatan bagi JPU untuk bertanya lebih jauh terkait uang tersebut.

Sebab, menurut majelis hakim itu bukan bagian dari dakwaan. Sementara menurut kami itu adalah bagian pembuktian oleh jaksa penuntut umum untuk meyakinkan hakim bahwa ada tindak pidana pemerasan dan penyuapan sebagaimana yang kami dakwakan.

“Sehingga, atas dasar itu kami meminta majelis hakim untuk mundur, dan sikap kami ini bukan tanpa dasar. Hal ini telah diatur dalam undang-undang di Pasal 220 KUHP yang menerangkan bahwasanya mempersilahkan penuntut umum meminta majelis hakim untuk mundur dari persidangan,” jelasnya.

Baca Juga :  Maxim, Perusahaan Jasa Transportasi Online Asal Rusia Kini Beroperasi di Kota Baubau

Edwin juga menambahkan pada tanggal 13 November 2023 kemarin, pihaknya sudah melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) terkait kode etik perilaku hakim.

“Kami masih menunggu sampai ada penetapan majelis hakim yang baru untuk menetapkan sidang dan selama belum ada pergantian majelis hakim kami tidak akan hadir dalam persidangan Sulkarnain Kadir (SK),” pungkasnya.

Kemudian timbul pertanyaan apakah sikap JPU walk out karena memang pasal yang sajikan tidak substansial, dan kemana alat bukti uang sebesar Rp 700.000.000 yang hingga kini belum diketahui rimbanya.

Tentu, majelis hakim punya pandangan sendiri berdasarkan fakta persidangan yang tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun termasuk JPU.

Alih-alih menghadirkan uang suap Rp 700 juta yang menjadi salah satu alat bukti untuk menjerat para terdakwa tersebut, hingga sidang pembacaan putusan vonis bebas dua terdakwa RT dan SM tak kunjung diperlihatkan di ruang sidang. Sehingga publik dibuat bertanya-tanya, kemana raibnya uang itu. (RED)