PT. GMS Tidak Mengindahkan Keputusan dari DPRD Provinsi Sultra

Kendari, Sorot Sultra – Forum Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Haluoleo (KBM–UHO) Kendari, bersama masyarakat Desa Tue-Tue, dan Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), kembali berunjuk rasa di depan Markas Komando Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), dalam rangka mengutuk tindakan membabi-buta oknum Kepolisian terhadap 5 orang warga Desa Tue-Tue, Kec. Laonti, Kab. Konawe Selatan, Senin (23/4/2018).
 
Unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas atas kekerasan fisik yang dialami oleh lima orang warga Tue-Tue oleh beberapa oknum Brigade Mobil (Brimob), saat mereka melakukan pengawalan mobilisasi alat berat milik PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS), Rabu (18/4/2018).
Koordinator Lapangan (Korlap), Lamunduru
Dalam aksi solidaritas kali ini, Koordinator Lapangan (Korlap), Lamunduru menyatakan bahwa, “Hari ini kami turun ke jalan untuk kembali menyuarakan atas apa yang dirasakan oleh masyarakat Desa Tue-Tue, yang telah mendapat penindasan oleh pihak Kepolisian pada hari Rabu (18/4/2018), dimana mereka melakukan tindakan kekerasan dan penyekapan kepada 5 orang warga yang tidak tahu apa-apa”.
 
“Dan hal yang paling prinsip, seharusnya seluruh aktifitas PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS), tidak boleh dijalankan, karena berdasarkan hasil hearing dengan DPRD Prov. Sultra, proses investigasi di lapangan masih berlangsung, dan sampai hari ini, belum ada kesimpulan yang inkrah untuk dijadikan rujukan. Sehingga kami heran dengan semua kejadian ini, karena kesepakatan bersama, sudah dilanggar begitu saja”.
 
Lamunduru menambahkan, “Jadi ada 2 poin yang sudah disepakati saat hearing di DPRD Provinsi Sultra, yaitu pertama, PT. GMS tidak boleh melakukan aktifitas pertambangan sebelum ada keputusan dari PTUN dan Mahkamah Agung, serta pihak Kepolisian tidak boleh melakukan pengawalan dalam bentuk apapun, sebelum adanya putusan tersebut”.
 
“Kami mensinyalir, ada permainan yang hanya menguntungkan pihak PT. Gerbang Multi Sejahtera (GMS), sehingga hari ini kami turun ke jalan, membawa aspirasi penduduk asli Desa Tue-Tue, dan ini bukanlah massa bayaran”. Pungkasnya
 
Salah satu korban penganiayaan bernama Faisal (20 Tahun), coba menceritakan peristiwa kelam yang dialaminya, ia menuturkan, “Saya bersama 10 orang lainnya, disekap hampir sehari, dan itu dimulai pada jam 11 siang”.
 
“Jadi kami sebenarnya tidak tahu apa-apa, dan saya bersama rombongan saat itu sedang berlabuh di Amesiu, namun tiba-tiba kami diarahkan untuk berkumpul, lalu disuruh berbaris, jongkok dan push-up setengah, kemudian dipukulkan tali slang di wajah, bahkan saya diberi lutut hingga membuat saya terpental”. Imbuhnya dengan wajah memerah seperti bekas luka.
Masyarakat Tue-Tue yang Ikut Menyuarakan Aspirasinya
“5 rekan saya yang lain mengalami perlakuan serupa, dan kami dikelilingi oleh 30 orang personil Brimob berpakaian lengkap. Makanya hari ini kami turun ke jalan mendesak pihak Kepolisian untuk memproses personilnya yang semena-mena terhadap rakyat kecil seperti kami”. Imbuh Faisal dengan nada serak mengakhiri pernyataannya. (RED)
Baca Juga :  Tingkatkan Sarana Ibadah Warga, PT. GMS Serahkan Bantuan Pembangunan Masjid di 9 Desa se-Kecamatan Laonti

Komentar