FAO Jadikan Sagu Alternatif Diversifikasi Pangan

Kendari, Sorot Sultra – Salah satu lembaga dunia yang berperan aktif di Bidang Pertanian dan Pangan, Food and Agriculture Organization (FAO), mengadakan media gethering bersama insan pers di Kopi Kita, Jum’at (8/12/2017).
 
Kegiatan ini sebagai salah satu masukan bagi FAO untuk menjawab persoalan pangan yang akan menjadi isu krusial di tahun-tahun mendatang. Hal ini dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya meningkatnya jumlah penduduk, berkurangnya lahan pertanian, serta  perubahan cuaca yang tidak menentu.
 
Faktor-faktor tersebut ditengarai akan mengancam ketersediaan pangan bagi penduduk dunia, di mana pada tahun 2050, populasi diprediksi akan mencapai 10 Miliar jiwa. Maka salah satu langkah yang dianggap tepat untuk meminimalisir hal tersebut adalah dengan cara diversifikasi atau penganekaragaman pangan.
 
Saat ini, ada tiga sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh penduduk dunia, yakni gandum, beras, dan jagung, di mana Sulawesi Tenggara memiliki dua sumber pangan lokal yang menjadi andalan, yaitu ubi dan sagu. Namun berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan Sulawesi Tenggara pada bulan November lalu, ketersediaan sagu saat ini berada dalam kondisi defisit.
 
Oleh karena itu, Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai lembaga yang berada di bawah naungan PBB, sedang menyelesaikan satu program terkait sagu di Sulawesi Tenggara yang menyasar di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, dan Kota Kendari.
Reyza Ramadhan, National Consultant FAO Indonesia
“Beberapa hal telah kami selesaikan selama masa program sejak 2016. Diantaranya, pembuatan percontohan kebun sagu, memberi pelatihan kepada para petani, pembangunan pabrik pengolahan sagu yang higienis dengan limbah yang dapat dimanfaatkan kembali, hingga pembentukan kelompok tani sagu yang siap berkompetisi di pasar Nasional. Kesemua ini merupakan terobosan FAO yang dapat diklaim sebagai hal yang pertama kali di dunia”, ungkap Reyza Ramadhan, National Consultant FAO Indonesia.
 
Ia memaparkan bahwa dalam waktu dekat, akan menerbitkan brand produk “Saguku” yang diolah dalam bentuk biskuit dan cips sagu, sementara Kota Kendari akan dijadikan pusat bisnis dari produk tersebut.
 
Selanjutnya, “Kami juga sudah membentuk pengurus awal yang berjumlah 25 orang, pengurus inilah yang akan mengembangkan keanggotaan nantinya. Kami dari FAO hanya menginisiasi dan pendampingan untuk  training, pembahasan AD/ART, selanjutnya dewan pembina yang sudah dibentuk dalam hal ini, Dinas Ketahanan Pangan Provinsi, Unhalu, Bappeda serta pemerintah Kabupaten/Kota, yang akan mengarahkan langsung kelompok dan anggotanya,”
 
“Maka dari itu kami sangat berharap, acara hari ini bisa memaksimalkan penyebaran informasi terkait isu tersebut, karena akan sangat membantu dalam membangun kesadaran publik atas pentingnya ketahanan pangan di Indonesia, khususnya sagu di Sulawesi Tenggara. Yang tadinya sagu hanya dikenal sebagai komoditas ‘main-main’, akan menjelma menjadi komoditas bukan main”. Pungkasnya.
 
Sebagai informasi, lahan sagu terluas di Sulawesi Tenggara berada di Kabupaten Konawe Selatan, dan yang terkecil di Kabupaten Konawe Utara. Luas lahan tersebut saat ini semakin menurun, karena masyarakat menggantinya menjadi areal persawahan dan sawit. (RED)
Baca Juga :  Tim Ekspedisi Bhinneka Tunggal Ika Mulai Daki Puncak Cartensz, Papua

Komentar