Sultra Masuk Dalam 10 Provinsi di Indonesia Yang Merupakan Prioritas KPK

Jakarta, Sorot Sultra – Walikota Kendari, Adriatma Dwi Putra, ST (ADP), beserta ayahanda, Dr. Ir. H. Asrun, M.Eng. Sc, resmi ditahan oleh KPK untuk 20 hari ke depan, setelah pada Pukul 16.38 WIB, mereka bersama dua orang tersangka lainnya, keluar dari Gedung Merah Putih KPK, dengan mengenakan rompi orange, Kamis (01/03/2018).
Dr. Ir. H. Asrun, M.Eng. Sc., Saat Keluar dari Gedung KPK, Dengan Mengenakan Rompi Oranye.
Peristiwa ini seakan menjadi Dejavu dan pukulan telak bagi masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), dimana pada tahun lalu, peristiwa yang sama juga menimpa Gubernur Sultra, Nur Alam yang kini sedang menjalani proses sidang di pengadilan Tipikor Jakarta.
 
Sebenarnya, pada 18 Februari 2018, atau 10 hari sebelum penangkapan ADP cs, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menetapkan Sulawesi Tenggara bersama 9 daerah lainnya di Indonesia, sebagai Provinsi Prioritas KPK, bahkan seluruh kepala daerah tersebut, telah mengikuti rapat koordinasi pencegahan korupsi di gedung Lembaga Antirasuah itu.
 
Hal tersebut diungkapkan oleh Komisioner KPK, Irjen. Pol. (Purn) Basaria Panjaitan, SH. MH. dalam sesi tanya-jawab dengan awak media di kantor KPK, “Kami sudah memanggil dan mengadakan rapat terkait pencegahan korupsi dengan para Kepala Daerah yang akan menjadi 10 Provinsi Prioritas KPK”.
 
Ia juga menuturkan, “Kami sudah berulang kali mengingatkan kepada mereka, untuk tidak mengumpulkan dana terkait Pilkada yang sebentar lagi berlangsung. Namun, itu semua kembali ke pribadi masing-masing, karena sebesar apapun hukuman untuk memberikan efek jera kepada para pelaku koruptor, itu tidak berarti apa-apa tanpa adanya kesadaran diri”.
Irjen. Pol. (Purn) Basaria Panjaitan, SH. MH., Saat Konferensi Pers di Gedung KPK
“Dengan apa yang dialami oleh Walikota Kendari, beserta ayahnya, kami mengingatkan bahwa KPK sangat concern terhadap adanya Politik Dinasti, yang dapat menjurus kepada tindakan Nepotisme dan juga praktek korupsi lainnya”.
 
“Adapun para tersangka yang berperan sebagai pemberi suap, akan dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b, atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU No. 20 tahun 2001, Junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dengan ancaman kurungan paling lama 5 (lima) tahun, dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,-“.
 
“Dan para tersangka yang berperan sebagai pihak yang menerima suap, akan disangkakan dengan pasal 11 atau pasal 12 huruf (a) atau huruf (b), UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001, Junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dengan ancaman kurungan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-“. (RED)
Baca Juga :  Kastor Kendari Gelar Acara Natal di Tugu Persatuan, Anton Timbang: Mari Pererat Persatuan dan Persaudaraan

Komentar